UINSA Newsroom, Selasa (7/6/2016); Pendidikan Indonesia terus menjadi perbincangan hangat di tengah santernya perilaku menyimpang kaum intelektual tinggi. Tak hanya kalangan pelajar, perilaku asusila kini telah merambah ke tenaga pengajar. Aktivitas tawuran, kriminal dan narkoba kian menghunjam ke akhlak generasi muda. Termasuk perilaku korupsi yang memborok diantara para pejabat negara.
Sengitnya
fenomena tersebut memantik minat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Kependidikan Islam (KI), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK)
menyelenggarakan Seminar Nasional bertema Revolusi Mental Pendidikan: Menyidik Implementasi Pendidikan melalui Para Pelaku Pendidikan.
Tujuannya tak lain, guna menggali lebih dalam penyebab terjadinya
fenomena dekadensi moral kaum terpelajar serta upaya apa yang bisa
dilakukan dalam memperbaiki pendidikan Indonesia. Seminar yang diadakan
di Gedung Sport Center and Multi Pourpose, Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya pada Kamis, 2 Juni 2016, Pukul
09.00-12.00 tersebut dihadiri mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah
Jawa Timur.
Haryo
Agus Pujianto Ketua Panitia Seminar dalam sambutannya menyampaikan,
beberapa fenomena menyimpang yang sedang gencar terjadi dalam masyarakat
dan kegelisahannya terhadap pendidikan Indonesia, “Banyak sekali
keberadaan kaum intelektual tetapi rendah moral. Berlimpah orang pintar,
namun menjalankan korupsi. Tidak sedikit guru pendidik yang melakukan
tindakan asusila. Apakah yang salah dari pendidikan Indonesia ini?
Kesalahan sistemnya atau apa?” tuturnya penuh tanya.
Menanggapi
hal itu, Brian Maislatul, Ketua HMJ KI mengungkapkan harapannya agar
seminar yang telah dilaksanakan tersebut dapat memberikan manfaat untuk
semua peserta. Khususnya Mahasiswa FTK UIN Sunan Ampel Surabaya, “Semoga
kita dapat menambah wawasan sebagai calon pendidik, agar bisa menjadi
pendidik yang lebih baik lagi kedepannya,” ucapnya.
Tak
ketinggalan, Dr. H. Saiful Jazil, M.Ag, Wakil Dekan Bidang Akademik FTK
menyampaikan rasa syukur, apresiasi dan bangga atas terselenggaranya
Seminar Nasional tersebut. Beliau juga mengungkapkan rasa prihatin atas
merosotnya moral pendidik. Menurutnya, pendidikan di Indonesia perlu
direvolusi. Karena di tangan pendidiklah para penerus bangsa ini
terlahir, "Kita sebagai mahasiswa (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, red)
adalah calon pendidik, jangan lupa untuk mendoakan murid-murid kita,
agar mereka menjadi anak yang sholeh, ilmunya bermanfaat dan barokah,"
tutur Dr H. Saiful Jazil.
Sementara
itu, beberapa narasumber yang secara khusus diaundang dalam seminar
tersebut diantaranya Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Nuh, DEA (Mendikbud
2009-2014), Drs. Mahfudh Shodar, M.Ag (Kepala Kemenag Kanwil Jatim), Dr.
Syaiful Rahman, MM. M.Pd (Kepala Kemendiknas Jatim) dan Dr. Hj. Hanun
Asroha, M.Ag (Ketua Madrasah Development Center Jatim). Namun
dikarenakan Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Nuh, DEA, Drs. Mahfudh Shodar,
M.Ag, dan Dr. Syaiful Rahman, MM. M.Pd sedang berhalangan, kehadiran
diwakilkan Drs. Mas'ud, M.Pd.I (Kabid PAIS Kanwil Prov. Jatim) dan Drs.
H. Zainal Arifin, M.Pd (Kepala UPT SMANOR Dindik Prov. Jatim).
Kemerduan
suara dari Grup Paduan Suara FTK yang pernah meraih Juara 2 Lomba
Paduan Suara UIN Sunan Ampel Surabaya membuka sesi acara. Dilanjutkan
paparan dari narasumber yang pertama, Drs. Mas'ud, M.Pd.I. Dalam
paparannya beliau menjelaskan, salah satu faktor penyebab penyimpangan
perilaku kian marak di kalangan masyarakat terdidik ialah jauhnya jiwa
manusia dari Allah SWT, khususnya kitab suci Al-Qur’an.
Drs.
Mas'ud juga menyampaikan terkait program baru yang merupakan Gerakan
Revolusi Mental. Dimana siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diharuskan dapat membaca
Al-Qur'an. Serta 10% dari siswa SD, SMP dan SMA harus memiliki hafalan
minimal satu juz Al-Qur'an, "Semua itu sebagai upaya agar otak anak-anak
kita terisi dengan Al-Qur'an, sehingga perilaku mereka juga turut
mencerminkan Al-Qur'an," ucapnya.
Tak
lupa, beliau juga menyampaikan pengakuannya bahwa pendidikan yang belum
tertandingi oleh sekolah adalah pesantren, “Karena dalam pesantren, Kyai
langsung turun tangan menangani para santrinya, maka dari itu banyak
sekali lulusan pesantren yang menjadi tokoh-tokoh nasional,” imbuhnya.
Sedangkan
Drs. Zainal Arifin, M.Pd. menyampaikan, bahwa kejujuran merupakan
bagian dari mental manusia. “Bagaimana cara mengukur mental? Apakah
nilai yang ada di raport sesuai dengan kemampuanmu? Ujian Nasional tidak
pernah bisa mengukur mental kita. Lalu, yang bisa mengukur mental kita
siapa? Silahkan dijawab dalam hati kalian masing-masing,” ujar Drs.
Zainal sembari berdialog dengan peserta.
Hakikat
pendidikan, menurut Drs Zainal, adalah merubah potensi kompetensi
manusia secara maksimal. Tiga hal yang mengalami perubahan dalam hai ini
adalah Revolution of Science (merubah pola pikir), Revolution of Attitude (merubah sikap) dan Revolution of Behaviour (merubah
perilaku), “Kita tidak usah jauh-jauh berbicara revolusi mental,
hakikatnya adalah bahwa pendidikan itu merubah mental,” sambungnya.
Dalam
kesempatan terakhir paparan, Dr. Hj. Hanun Asroha, M.Ag menyampaikan,
Pendidikan Agama Islam merupakan sesuatu yang vital bagi revolusi mental
di Indonesia. “Politik, budaya, hukum, dan hedonisme menjadi faktor
krisis moral bisa terjadi,” tutur Dr. Hj. Hanun.
Di
akhir, beliau juga mengingatkan, revolusi mental bukan semata-mata
tanggung jawab Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas). Melainkan juga tanggung jawab semua masyarakat,
termasuk seluruh menteri yang ada di Indonesia, “Untuk kebaikan, semua
guru harus ikut andil. Namun, jika untuk merusak, hanya perlu satu guru
(yang tidak berkompeten, red),” pungkasnya. (Rag/Humas)
Referensi:http://www.uinsby.ac.id/news/id/12525/revolusi-mental-reduksi-perilaku-menyimpang
0 komentar:
Posting Komentar