UINSA Newsroom, Rabu (25/5/2016); Di
minggu terakhir Bulan Mei, isu-isu pendidikan masih menjadi sorotan.
Kali ini, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel
Surabaya menggelar Dialog Publik dalam rangka Hari Pendidikan Nasional
(Hardiknas) pada acara Pekan Pendidikan Jawa Timur 2016 bertemakan
‘Wajah Pendidikan Indonesia’. Bekerjasama dengan Pengurus Wilayah Ikatan
Pelajar Nahdhatul Ulama (PWNU) Jatim, acara digelar di Gedung Sport
Center and Multipurpose UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu, 25 Mei 2016 dan
dihadiri mahasiswa dari berbagai kampus di Surabaya dan Sidoarjo.
Acara yang dikonsep menyerupai talkshow Indonesia Lawyers Club
(ILC) yang ditayangkan di salah satu televisi nasional tersebut
menghadirkan beberapa pembicara dari kalangan praktisi pendidikan di
Jawa Timur (Jatim). Dipandu moderator Dr Suko Widodo, M.Si, Pakar
Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya, dialog dibuka dengan
pemaparan masing-masing narasumber. Dimulai dari Prof. Dr. Mudjito,
M.Si., Mantan Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK)
Kemdikbud RI, dilanjutkan Prof DR Murtadlo, M.Pd, Guru Besar Universitas
Negeri Surabaya, Dr. Ir. Wahid Wahyudi, MT, Kepala Dinas Perhubungan
Prov Jatim, juga Prof. Zainuddin Maliki, Ketua Dewan Pendidikan Jatim
dan Drs. Hudiyono, M.Si., Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan
Perguruan Tinggi (Dimenjur dan Perti) Dinas Pendidikan Prov Jatim.
Acara
yang juga dihadiri Prof DR Ali Maschan Moesa, Ketua PWNU Jatim sekaligus
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini berlangsung menarik, diselingi
guyonan-guyonan segar ala Cak Suko-panggilan akrab Dr Suko Widodo. Dalam
statement pembukanya, Cak Suko menyoroti bagaimana pengelolaan
pendidikan nasional yang masih terbilang kalah dibandingkan negara
berkembang lainnya. Beliau mencontohkan pendidikan di Korea misalnya.
Negara Korea sepenuhnya memberikan dukungan kepada para pelajarnya untuk
belajar hingga ke luar negeri. Dengan harapan ketika mereka kembali
mereka bisa membawa keilmuannya untuk mengembangkan dan memajukan
negaranya.
Menanggapi
hali itu, Prof Murdjito dalam paparannya menekankan, kebijakan
pendidikan harus dilakukan dengan benar agar output yang dihasilkan pun
benar. Pemerintah dalam hal ini telah berupaya memberikan kesetaraan
fasilitasi untuk setiap jenjang pendidikan. Sebagaimana dijelaskan Drs.
Hudiyono terkait fasilitasi Prov Jatim dengan menyediakan SMK Mini di
Pesantren, adanya Beasiswa Guru Madrasah Diniyah dan lain-lain.
Memperkuat
apa yang disampaikan Prof Mudjito, Prof Murtadlo menyadari sepenuhnya
bahwa saat ini pendidkan berkualitas memang masih cenderung mahal.
Sebab, pemerintah baru bisa mengalokasikan dana sekitar 20 persen dari
anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun beliau yakin,
dengan itikad baik dan tanpa korupsi dana itu akan cukup untuk
mengembangkan pendidikan di Indonesia. “Kita berharap dan optimis bahwa
ketika nanti income negara lebih besar, negara juga bisa menambah alokasi dananya untuk pendidikan.” Ujar Prof Murtadlo.
Sementara
itu, terkait pendidikan secara lebih spesifik Prof Zainuddin Maliki
menyoroti penyelenggaraan kurikulum-13 (K-13). Beliau menilai, K-13
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasiannya. Kelebihannya,
K-13 terbukti lebih tegas dalam menentukan standar kelulusan siswa.
Namun K-13 cenderung kurang dalam upaya pencerdasan afeksi (Pendidikan
karakter).
“Terlalu
banyak mata pelajaran yang harus diajarkan. Sehingga guru hanya sibuk
dengan urusan administratif,” tutur Prof Zainuddin Maliki. Hal itu juga
yang disinyalir menjadi penyebab lemahnya sistem pendidikan nasional.
Dimana pendidikan cenderung hanya memberikan pengetahuan bukannya ilmu
yang bermanfaat. “Belajar itu seharusnya bukan sekedar learning to know. Tapi juga learning to do berikutnya learning to be dan terakhir learning together. Inilah yang saya sebut deep learning. Jadilah pelajar, sarjana, dan manusia seutuhnya bukan seolah-olah,” tukas Prof Zainuddin menganalogikan.
Dalam
kesempatan berikutnya, Kadishub Jatim yang juga pemerhati pendidikan,
Ir. Wahid Wahyudi banyak memberikan motivasi kepada peserta dialog
terutama kalangan mahasiswa. “Kita percaya bahwa jodoh, rejeki dan mati,
telah digariskan Tuhan. Tapi hati-hati memaknai kata digariskan. Tuhan
juga memberi kita otonomi untuk berusaha merubah keberadaan kita.
Sehingga tetaplah bersemangat mempersiapkan diri. Yakin bahwa mereka
yang memiliki profesionalisme akan selalu memiliki peluang dalam
hidupnya,” pungkas Ir. Wahid Wahyudi menyemangati. (Nur/Humas)
Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12520/wajah-pendidikan-indonesia
0 komentar:
Posting Komentar