UINSA Newsroom, Senin (9/5/2016); Festival
Qur’ani 2016 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)-Pengembangan Tahfidhul
Qur’an (UPTQ) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya
kembali diselenggarakan. Sebagai pembuka rangkaian acara, digelar
Seminar Nasional dengan tema ‘Al-Qur’an dan Perdamaian Dunia;
Re-Aktualisasi Ruh Al-Dakwah dalam Mewujudkan Umat yang Humanis,
Sosialis, dan Agamis’ di Gedung Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya pada
Hari Rabu, 04 Mei 2016. Acara dihadiri para santri, siswa, maupun
mahasiswa Tahfidzul Qur’an dari seluruh Jawa Timur baik melalui jalur
undangan maupun pendaftaran.
Rangkaian
selanjutnya adalah kegiatan lomba yang dilaksanakan pada tanggal 14
hingga 15 Mei 2016. Antara lain kegiatan Musabaqoh Tafsiril Qur’an
(MTQ), Musabaqoh Hifdhil Qur’an (MHQ), Musabaqoh Fahmil Qur’an (MFQ),
Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIQ), Lomba Tartil dan Hafalan
Al-Qur’an (LTHQ), dan ditutup dengan pertemuan Hafidzul Qur’an se-Jawa
Timur.
M. Zidni
Yusro, Ketua Panitia Festival Qur’ani 2016 menjelaskan, Kegiatan
Festival Qur’ani 2016 merupakan program kerja tahunan telah
diselenggarakan sejak tahun 2010. Kegiatan tersebut sekaligus bertujuan
mempererat silaturahim sesama penghafal Qur’an se-Jatim untuk sharing
dan berbagi pengalaman. Ketua Umum UPTQ, M. Husni Mubarok, juga
menyampaikan, telah ada sekitar 300 mahasiswa di UIN Sunan Ampel
Surabaya yang menghafal Al-Qur’an. Termasuk beragam prestasi lomba yang
telah dimenangkan UPTQ, baik di tingkat provinsi maupun nasional. “Ini
sesuai Misi Islam, menyebarkan salam perdamaian lewat Al-Qur’an,”
ujarnya.
Selain
itu, Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA, Wakil Rektor III UIN Sunan Ampel
Surabaya yang hadir mewakili Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr.
H. Abd. A’la, M.Ag. menyampaikan, UINSA mengapresiasi lulusannya yang
hafal Al-Qur’an 30 juz dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan
S2-nya secara gratis. “Jadi, dengan adanya UPTQ, tidak hanya mahasiswa
dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang hafal Al-Qur’an, tapi
fakultas-fakultas umum juga giat menghafal Al-Qur’an,” tutur Prof Ali
dalam sambutannya sesaat sebelum pemukulan gong sebagai tanda dibukanya
Festival Qur’ani 2016.
Selanjutnya
Seminar Nasional dibuka dengan lantunan Syi’ir Tanpo Waton dari Rizal
Mumaziq Z, M.H.I. yang juga didaulat sebagai moderator acara.
Sebagaimana makna yang terkandung dalam syi’ir, moderator menjelaskan,
saat ini banyak fenomena akeh kang apal Qur’an hadits’e seneng ngafirke marang liyane yang biasa dilakukanoleh orang-orang yang iseh kotor ati akale. Hal ini yang kemudian yang menjadikan timbulnya kelompok nonmuslim xenophobia dan islamophobia.
“Saat ini tantangan eksternal kita adalah munculnya kelompok senophobia
dan islamophobia, orang-orang yang punya saja relasi Al-Qur’an dan
Hadits untuk membunuh sesama manusia,” ujarnya.
Hadir
sebagai narasumber, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA, CBE., cendekiawan
muslim Indonesia. Beliau banyak menjelaskan gelombang demokrasi yang
terjadi dewasa ini. Menurutnya, salah satu tugas mahasiswa selain
beribadah dan menuntut ilmu adalah menjaga perdamaian Indonesia. Oleh
karena itu, kampus UIN Sunan Ampel Surabaya yang kini telah memiliki
gedung baru juga harus dibarengi dengan sistem pendidikan yang bagus.
“Jadi, bangunan kampus bagus, sistem pendidikan bagus akan mengangkat
harkat martabat. Tempat untuk menimba ilmu itu harus yang menimbulkan
semangat,” jelas mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah tersebut.
Menurut
Prof. Azyumardi Azra, inti pokok pesan Al-Qur’an yang berisi tentang
perdamaian tersebut adalah untuk seluruh alam, tidak perorangan atau
sekelompok orang saja. Kekacauan yang kerap terjadi adalah karena
memaknai Al-Qur’an hanya sepotong-sepotong. Oleh karena itu, ia berharap
para penghafal Al-Qur’an saat ini tidak hanya menghafal tapi juga mampu
memberi pemahaman dan menjelaskan makna Al-Qur’an yang sebenarnya pada
masyarakat luas dalam mewujudkan perdamaian tersebut.
“Terus keluarkan pemikiran dari Al-Qur’an untuk realisasi Islam rahmatan lil alamin.
Inilah istimewanya Al-Qur’an, dapat ditafsirkan terus-menerus sesuai
perkembangan. Tetap pegang teks dan tetap pertimbangkan konteks,” ujar
pria kelahiran 1955 tersebut.
Masih
kaitannya dengan Gelombang Demokrasi yang melahirkan perubahan, Pemateri
kedua, Prof. Dr. KH. Ali Moschan Moesa, M. Si., cendekiawan NU,
mengingatkan, agar tidak hanya terfokus pada perubahan, tetapi juga
persepsi yang ditimbulkan. Menurutnya, Islam ialah salama(Keselamatan, red). Dalam konteks ini, yang diselamatkan bukan golongan muslim saja, tetapi rahmatan lil alamin(Rahmat bagi seluruh alam). “Bintang kecil di langit yang biru. Bintang
ada di waktu siang atau malam? Kalau malam, kenapa langitnya masih
biru? Nah, lagi-lagi persepsi,” jelasnya memberi perumpamaan lain
terkait kesalahan persepsi yang banyak terjadi dalam masyarakat.
Prof.
Ali Moschan Moesa juga berpesan agar Islam tidak hanya di ucapan tetapi
juga perilaku. Mengingat masih banyaknya oknum yang menjadikan Islam
hanya sebagai pengakuan dan bahkan topeng di balik
kepentingan-kepentingan. “Yakinkan dalam hati,
lisankan, amalkan. Muslim sekarang banyak tetapi Islamnya tidak hakiki,”
pungkas mantan anggota DPR RI tersebut. (Nin/Humas)
Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12514/misi-perdamaian-dalam-al-qur-an
0 komentar:
Posting Komentar