Senin, 13 Juni 2016

MISI PERDAMAIAN DALAM AL-QUR’AN


UINSA Newsroom, Senin (9/5/2016); Festival Qur’ani 2016 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)-Pengembangan Tahfidhul Qur’an (UPTQ) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya kembali diselenggarakan. Sebagai pembuka rangkaian acara, digelar Seminar Nasional dengan tema ‘Al-Qur’an dan Perdamaian Dunia; Re-Aktualisasi Ruh Al-Dakwah dalam Mewujudkan Umat yang Humanis, Sosialis, dan Agamis’ di Gedung Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya pada Hari Rabu, 04 Mei 2016. Acara dihadiri para santri, siswa, maupun mahasiswa Tahfidzul Qur’an dari seluruh Jawa Timur baik melalui jalur undangan maupun pendaftaran.


Rangkaian selanjutnya adalah kegiatan lomba yang dilaksanakan pada tanggal 14 hingga 15 Mei 2016. Antara lain kegiatan Musabaqoh Tafsiril Qur’an (MTQ), Musabaqoh Hifdhil Qur’an (MHQ), Musabaqoh Fahmil Qur’an (MFQ), Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIQ), Lomba Tartil dan Hafalan Al-Qur’an (LTHQ), dan ditutup dengan pertemuan Hafidzul Qur’an se-Jawa Timur.


M. Zidni Yusro, Ketua Panitia Festival Qur’ani 2016 menjelaskan, Kegiatan Festival Qur’ani 2016 merupakan program kerja tahunan telah diselenggarakan sejak tahun 2010. Kegiatan tersebut sekaligus bertujuan mempererat silaturahim sesama penghafal Qur’an se-Jatim untuk sharing dan berbagi pengalaman.  Ketua Umum UPTQ, M. Husni Mubarok, juga menyampaikan, telah ada sekitar 300 mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya yang menghafal Al-Qur’an. Termasuk beragam prestasi lomba yang telah dimenangkan UPTQ, baik di tingkat provinsi maupun nasional. “Ini sesuai Misi Islam, menyebarkan salam perdamaian lewat Al-Qur’an,” ujarnya.


Selain itu, Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA, Wakil Rektor III UIN Sunan Ampel Surabaya yang hadir mewakili Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. H. Abd. A’la, M.Ag. menyampaikan, UINSA mengapresiasi lulusannya yang hafal Al-Qur’an 30 juz dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan S2-nya secara gratis. “Jadi, dengan adanya UPTQ, tidak hanya mahasiswa dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang hafal Al-Qur’an, tapi fakultas-fakultas umum juga giat menghafal Al-Qur’an,” tutur Prof Ali dalam sambutannya sesaat sebelum pemukulan gong sebagai tanda dibukanya Festival Qur’ani 2016.


Selanjutnya Seminar Nasional dibuka dengan lantunan Syi’ir Tanpo Waton dari Rizal Mumaziq Z, M.H.I. yang juga didaulat sebagai moderator acara. Sebagaimana makna yang terkandung dalam syi’ir, moderator menjelaskan, saat ini banyak fenomena akeh kang apal Qur’an hadits’e seneng ngafirke marang liyane yang biasa dilakukanoleh orang-orang yang iseh kotor ati akale. Hal ini yang kemudian yang menjadikan timbulnya kelompok nonmuslim xenophobia dan islamophobia. “Saat ini tantangan eksternal kita adalah munculnya kelompok senophobia dan islamophobia, orang-orang yang punya saja relasi Al-Qur’an dan Hadits untuk membunuh sesama manusia,” ujarnya.


Hadir sebagai narasumber, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA, CBE., cendekiawan muslim Indonesia. Beliau banyak menjelaskan gelombang demokrasi yang terjadi dewasa ini. Menurutnya, salah satu tugas mahasiswa selain beribadah dan menuntut ilmu adalah menjaga perdamaian Indonesia. Oleh karena itu, kampus UIN Sunan Ampel Surabaya yang kini telah memiliki gedung baru juga harus dibarengi dengan sistem pendidikan yang bagus. “Jadi, bangunan kampus bagus, sistem pendidikan bagus akan mengangkat harkat martabat. Tempat untuk menimba ilmu itu harus yang menimbulkan semangat,” jelas mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah tersebut.


Menurut Prof. Azyumardi Azra, inti pokok pesan Al-Qur’an yang berisi tentang perdamaian tersebut adalah untuk seluruh alam, tidak perorangan atau sekelompok orang saja. Kekacauan yang kerap terjadi adalah karena memaknai Al-Qur’an hanya sepotong-sepotong. Oleh karena itu, ia berharap para penghafal Al-Qur’an saat ini tidak hanya menghafal tapi juga mampu memberi pemahaman dan menjelaskan makna Al-Qur’an  yang sebenarnya pada masyarakat luas dalam mewujudkan perdamaian tersebut.


“Terus keluarkan pemikiran dari Al-Qur’an untuk realisasi Islam rahmatan lil alamin. Inilah istimewanya Al-Qur’an, dapat ditafsirkan terus-menerus sesuai perkembangan. Tetap pegang teks dan tetap pertimbangkan konteks,” ujar pria kelahiran 1955 tersebut.


Masih kaitannya dengan Gelombang Demokrasi yang melahirkan perubahan, Pemateri kedua, Prof. Dr. KH. Ali Moschan Moesa, M. Si., cendekiawan NU, mengingatkan, agar tidak hanya terfokus pada perubahan, tetapi juga persepsi yang ditimbulkan. Menurutnya, Islam ialah salama(Keselamatan, red). Dalam konteks ini, yang diselamatkan bukan golongan muslim saja, tetapi rahmatan lil alamin(Rahmat bagi seluruh alam). Bintang kecil di langit yang biru. Bintang ada di waktu siang atau malam? Kalau malam, kenapa langitnya masih biru? Nah, lagi-lagi persepsi,” jelasnya memberi perumpamaan lain terkait kesalahan persepsi yang banyak terjadi dalam masyarakat.


Prof. Ali Moschan Moesa juga berpesan agar Islam tidak hanya di ucapan tetapi juga perilaku. Mengingat masih banyaknya oknum yang menjadikan Islam hanya sebagai pengakuan dan bahkan topeng di balik kepentingan-kepentingan.Yakinkan dalam hati, lisankan, amalkan. Muslim sekarang banyak tetapi Islamnya tidak hakiki,” pungkas mantan anggota DPR RI tersebut. (Nin/Humas)

Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12514/misi-perdamaian-dalam-al-qur-an

0 komentar:

Posting Komentar