UINSA Newsroom, Jumat (20/05/2016); Perbincangan
mengenai apakah hadirnya Calon Perseorangan membawa dampak positif bagi
kemajuan dalam Demokrasi Elektoral di Indonesia, atau malah sebaliknya
menjadi isu hangat yang diusung Program Studi Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya. Dibalut
dalam acara Studium General dengan tema 'Calon Independen &
Kemajuan Demokrasi Elektoral Di Indonesia', kegiatan tersebut
diselenggarakan di Aula Lantai Empat Gedung Baru Fakultas Syariah dan
Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis, 19 Mei 2016.
Calon
Independen menjadi pembincangan menarik ditengah maraknya ketidakpuasan
masyarakat terhadap kandidat terpilih yang diusung dalam Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada). Entah apakah calon tersebut dinilai tidak
memiliki elektabilitas yang baik, ataupun adanya kandidat yang dinilai
mengingkari janji kampanye yang telah diumbar kepada masyarakat.
Akibatnya, pemilih tidak lagi merasa penting untuk menggunakan hak
pilihnya dalam pilkada.
Kuliah
Umum bertemakan politik ini secara khusus mengundang narasumber, Arief
Budiman, S.S, S.I.P, M.B.A, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode
2012-2017, dan H. Thoriqul Haq, M.ML, Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.
Kendati acara kemudian hanya diisi pemaparan materi dari Arief Budiman,
dikarenakan H. Thoriqul Haq berhalangan hadir.
Dalam
pemaparan materinya, Arief Budiman menyampaikan banyak hal terkait latar
belakang munculnya calon perseorangan. Momentum awal yang dianggap
menjadi cikal bakal hal tersebut pada kisaran tahun 2006, ketika
pemerintah Republik Indonesia menandatangani kesepakatan bersama Gerakan
Aceh Merdeka (GAM). Diantara poin kesepakatan tersebut bahwa di Aceh
akan diadakan Partai dan Pemilu Lokal, serta calonnya pun boleh dari
Perseorangan. “Calon Perseorangan merupakan salah satu indikator untuk
dapat mengetahui berkembang tidaknya Demokrasi Elektoral yang ada di
Indonesia,” tutur Arief Budiman.
Meskipun
beliau tidak ingin menilai apakah munculnya Calon Perseorangan berarti
demokrasi Indonesia lebih maju atau tidak. Menurut beliau, setidaknya
hal itu menjadikan demokrasi Indonesia jauh lebih dinamis. “Namun, tentu
setiap orang punya perspektifnya masing-masing," lanjutnya.
Arief
Budiman juga menyampaikan, KPU berusaha membangun Demokrasi Elektoral
yang semakin akuntabel dan transparan. Tidak hanya kualitas tetapi juga
integritas dengan memperbolehkan Calon Perseorangan. KPU secara teknis
membuat berbagai sistem informasi yang berbasis teknologi, misalnya
Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), Sistem Informasi Pencalonan
(SILON), Sistem Informasi Logistik (SILOG), Sistem Informasi Data
Pemilih (SIDALI), Sistem Informasi Hasil Perhitungan (SITUNG).
"Jadi
kalau ingin tahu hasil Pemilu Kepala Daerah di daerah lain, tinggal
masuk ke webnya KPU, anda akan tahu dengan mudah hasilnya sampai di
tingkat TPS, ini cara kami membangun agar kepercayaan publik kembali
meningkat," tegasnya.
Sebab
dengan meningkatnya kepercayaan publik, menurut Arief Budiman, maka
tingkat partisipasi juga semakin tinggi. Beliau juga berharap, dengan
informasi baru yang disampakan tersebut, semakin banyak yang berminat
mempelajari lebih dalam mengenai Pemilu. Karena banyak sekali kebijakan
yang dilahirkan dari sosok-sosok orang yang dihasilkan dari proses
Pemilu.
"Dengan
transparan dalam berbagai macam sistemnya tadi, diharapkan dapat menjaga
supaya proses pemilunya baik. Namun proses Pemilu baik saja tidak
cukup, hasil Pemilunya juga harus baik. Kalau hasilnya juga baik, maka
tujuan diadakannya pemilu, yaitu tercapainya masyarakat adil, makmur,
dan sejahtera dapat kita capai” pungkas Arief Budiman. (Rag/Humas)
Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12517/demokrasi-elektoral-pemilu-indonesia
0 komentar:
Posting Komentar