Senin, 13 Juni 2016

DEMOKRASI ELEKTORAL PEMILU INDONESIA

UINSA Newsroom, Jumat (20/05/2016); Perbincangan mengenai apakah hadirnya Calon Perseorangan membawa dampak positif bagi kemajuan dalam Demokrasi Elektoral di Indonesia, atau malah sebaliknya menjadi isu hangat yang diusung Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya. Dibalut dalam acara Studium General dengan tema 'Calon Independen & Kemajuan Demokrasi Elektoral Di Indonesia', kegiatan tersebut diselenggarakan di Aula Lantai Empat Gedung Baru Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis, 19 Mei 2016.

Calon Independen menjadi pembincangan menarik ditengah maraknya ketidakpuasan masyarakat terhadap kandidat terpilih yang diusung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Entah apakah calon tersebut dinilai tidak memiliki elektabilitas yang baik, ataupun adanya kandidat yang dinilai mengingkari janji kampanye yang telah diumbar kepada masyarakat. Akibatnya, pemilih tidak lagi merasa penting untuk menggunakan hak pilihnya dalam pilkada.

Kuliah Umum bertemakan politik ini secara khusus mengundang narasumber, Arief Budiman, S.S, S.I.P, M.B.A, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012-2017, dan H. Thoriqul Haq, M.ML, Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Kendati acara kemudian hanya diisi pemaparan materi dari Arief Budiman, dikarenakan H. Thoriqul Haq berhalangan hadir.

Dalam pemaparan materinya, Arief Budiman menyampaikan banyak hal terkait latar belakang munculnya calon perseorangan. Momentum awal yang dianggap menjadi cikal bakal hal tersebut pada kisaran tahun 2006, ketika pemerintah Republik Indonesia menandatangani kesepakatan bersama Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Diantara poin kesepakatan tersebut bahwa di Aceh akan diadakan Partai dan Pemilu Lokal, serta calonnya pun boleh dari Perseorangan. “Calon Perseorangan merupakan salah satu indikator untuk dapat mengetahui berkembang tidaknya Demokrasi Elektoral yang ada di Indonesia,” tutur Arief Budiman.

Meskipun beliau tidak ingin menilai apakah munculnya Calon Perseorangan berarti demokrasi Indonesia lebih maju atau tidak. Menurut beliau, setidaknya hal itu menjadikan demokrasi Indonesia jauh lebih dinamis. “Namun, tentu setiap orang punya perspektifnya masing-masing," lanjutnya.

Arief Budiman juga menyampaikan, KPU berusaha membangun Demokrasi Elektoral yang semakin akuntabel dan transparan. Tidak hanya kualitas tetapi juga integritas dengan memperbolehkan Calon Perseorangan. KPU secara teknis membuat berbagai sistem informasi yang berbasis teknologi, misalnya Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), Sistem Informasi Pencalonan (SILON), Sistem Informasi Logistik (SILOG), Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALI), Sistem Informasi Hasil Perhitungan (SITUNG).

"Jadi kalau ingin tahu hasil Pemilu Kepala Daerah di daerah lain, tinggal masuk ke webnya KPU, anda akan tahu dengan mudah hasilnya sampai di tingkat TPS, ini cara kami membangun agar kepercayaan publik kembali meningkat," tegasnya.

Sebab dengan meningkatnya kepercayaan publik, menurut Arief Budiman, maka tingkat partisipasi juga semakin tinggi. Beliau juga berharap, dengan informasi baru yang disampakan tersebut, semakin banyak yang berminat mempelajari lebih dalam mengenai Pemilu. Karena banyak sekali kebijakan yang dilahirkan dari sosok-sosok orang yang dihasilkan dari proses Pemilu.

"Dengan transparan dalam berbagai macam sistemnya tadi, diharapkan dapat menjaga supaya proses pemilunya baik. Namun proses Pemilu baik saja tidak cukup, hasil Pemilunya juga harus baik. Kalau hasilnya juga baik, maka tujuan diadakannya pemilu, yaitu tercapainya masyarakat adil, makmur, dan sejahtera dapat kita capai” pungkas Arief Budiman. (Rag/Humas)

Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12517/demokrasi-elektoral-pemilu-indonesia

0 komentar:

Posting Komentar