Selasa, 14 Juni 2016

RADIKALISME JADI SOROTAN


UINSA Newsroom, Rabu (6/4/2016); Suasana haru melingkupi acara pengukuhan Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu, 7 April 2016. Adalah Prof Masdar Hilmy, S.Ag, MA., Ph.D., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ke-50 bidang Ilmu Sosial. Keharuan terjadi ketika Prof Masdar menyampaikan ucapan terima kasih pada keluarga, khususnya almarhum H. Usman Rifa’i, sang ayah. Putri Sulung Prof Masdar, Aliviani Emilia Hilna pun tanpa ragu beranjak dari kursinya mengulurkan tisu untuk menyeka air mata sang ayah.
Dalam acara yang digelar di Gedung Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut, Prof Masdar mengangkat tema “Mengurai Jalan Buntu Teoritik Dalam Ilmu-ilmu Sosial: Islamisme Radikal dalam Perspektif Teori Modus Produksi” untuk pidato ilmiahnya. Tema tersebut hadir sebagai bentuk keresahan akademisnya terhadap dua paradigma teoritik yang senantiasa bertarung dalam menjelaskan fenomena sosial tertentu. Seperti ideologi Islamisme radikal dan konflik agama-etnik. Dimana masing-masing mengklaim kebenarannya sendiri.
Fenomena sosial yang bisa menjadi penyebab terjadinya pertentangan paradigmatik, menurut Prof Masdar, terjadi pada banyak aspek. Sehingga untuk memahaminya tidak bisa hanya dari satu sisi. Sedikitnya ada lima pendekatan sebagaimana dijelaskan dalam penelitian, yaitu pendekatan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan simbolik.
“Fenomena sosial dengan beragam aspek itu saling berinterrelasi, tali-temali dan berdialektika satu dengan lainnya. Ideologi dan gerakan Islamisme, tidak dapat direduksi begitu saja. Perlu adanya program deradikalisasi atau upaya memulihkan ketidakseimbangan. Dan hal ini perlu kontribusi seluruh elemen masyarakat terutama ormas keagamaan," terang Prof Masdar. 
Selain itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI (Ditjen Kemenag RI), Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si dalam kesempatan yang sama menyampaikan sambutan sekaligus ucapan selamat bagi Guru Besar baru pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tersebut. Suasana yang tadinya haru dicairkan dengan guyonan khas mantan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut.
“Kopyah itu memiliki banyak makna. Menutupi botak, sebagai penutup agar ilmunya tidak hilang, juga menunjukkan jabatan. Entah jabatan yang sekarang atau jabatan yang diinginkan kedepan,” gurau Prof Nur Syam kala menyapa Abdul Halim Iskandar, M.Pd, Ketua DPRD Prov Jatim yang hadir dan digadang-gadang sebagai Calon Gubernur Jatim.
Dalam kesempatan sakral tersebut, Prof Nur Syam juga menyampaikan beberapa catatan terkait tema yang diangkat Prof Masdar. Diawali dari sampul buku yang bergambar sang penulis di Belanda. Menurut beliau, alangkah cantik dan menariknya ketika latar belakang fotonya menampilkan suasana UIN Sunan Ampel yang telah mengalami perubahan besar menjadi kampus yang cukup prestisius di Jatim.
Sedangkan untuk judul, Prof Nur Syam memberikan masukan agar kedepan penelitian dilanjutkan pada ranah impilikastif teori. Sebab, menurut beliau, saat ini pertentangan tidak lagi berkutat pada ranah paradigmatik.
“Jadi, bagaimana modus produksi itu menjadi jalan keluar dari benang kusut radikalisme. Pemerintah saat ini ‘terseok-seok’ mengatasi masalah ini. Sehingga di tataran akademis kontribusi apakah yang bisa kita berikan dalam upaya menyelesaikan masalah radikalisasi ini,” jelas Prof Nur Syam yang secara khusus didaulat mengikuti prosesi pengukuhan bersama seluruh anggota senat.
Beliau juga menjelaskan, bahwa Perguruan Tinggi (PT) menjadi instrument penting untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Secara khusus, Prof Nur Syam berharap agar UIN Sunan Ampel Surabaya menjadi pusat studi dan kajian, sekaligus mencetak sarjana-sarjana muda yang memahami masalah radikalisme.
Sementara itu, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr H Abd. A’la, M.Ag., dalam sambutan usai pengukuhan menyatakan, saat ini pembangunan infrastruktur UIN telah dilakukan. Selanjutnya pembangunan budaya kerja dan akademis civitas akademika akan terus dilakukan. Beliau juga memberikan catatan terhadap tema pidato ilmiah Prof Masdar, dimana nuansa integrade twin towers yang mulai nampak dan berharap agar hal itu terus dikawal.
“Penelitian ini juga mengingatkan bahwa seharusnya nilai keislaman itu dikontekstualisasikan dalam kehidupan, bukannya dipaksakan,” tutur Prof A,la.
Tak lupa, Beliau juga menyampaikan harapan, bahwa sebagai Guru Besar dan dosen agar memiliki nilai berbeda dengan yang lain. Civitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya harus memiliki integritas keilmuan dan kepribadian sebagai ciri khas.
“Kita ingin semangat penelitian ini tidak hanya berhenti sebagai slogan. Tapi juga diimplementasikan dalam kehidupan agar bisa lebih bermanfaat,” pungkas Prof A’la yang juga selaku Ketua Senat UIN Sunan Ampel Surabaya. (Nur/Humas)
Referensi: http://www.uinsby.ac.id/news/id/12506/radikalisme-jadi-sorotan

0 komentar:

Posting Komentar