Sabtu, 26 Maret 2016

Tua Semangat Muda


Di sebuah desa yang damai dan asri, dikelilingi persawahan yang membentang dari timur ke barat. Tinggalah sepasang kekasih yang sudah dimakan usia. Seorang nenek dan kakek yang mencoba memenuhi kebutuhannya sendiri. Lewat segala apa yang mereka bisa lakukan. Demi sepuluk nasi dan lauknya.

Di usianya yang kian bertambah, si nenek masih bertahan dengan rutinitasnya yang menelan tenaga. Setiap harinya, si nenek berjualan keliling desa menawarkan makanan tradisonalnya. Dengan tabah dia berkeliling dari sore hari sampai larut malam.

Tugas si kakek, adalah berbelanja setiap pagi ke pasar, sehabis subuh dia mengayuh sepeda ontelnya yang berjarak 3 km dari rumah.

Keduanya memang sudah tua, namun semangat nya untuk bisa bertahan hidup ditengah-tengah era globalisasi, sangat kita apresiasi. Semangat didalam mencukupi kebutuhan dan semangat menyuskuri keadaan adalah bukti ketegaran mereka berdua.

Padahal, sudah semestinya, keduanya menikmati hasil dari upaya muda nya. Dengan duduk manis diteras rumah, memotong bunga-bunga, meminum kopi dipagi hari, atau bermain dengan cucu-cucu mereka.

Namun, apa yang diimpikannya sejak dulu tak semudah yang direncanakan, keadaan memaksa keduanya harus banting tulang dari masa muda yang melelahkan, hingga tua kepayah.

Mereka berdua tetaplah sepasang bidadari yang saling melengkapi, sekeras apapun hidup, seberat apapun beban yang ditanggung. Akan kita jalani dengan tabah dan penuh syukur kepada pencipta.

Si nenek sudah berumur, jalannya semakin pelan menapaki aspal desa yang panjang, saat malam tiba, dagangan masih ada. Walau begitu, tak menyurutkan api semangat mereka untuk berjualan.

Ketika tiba diujung jalan, sang nenek berhenti, sekaligus menunggu pelanggan datang, menanti dengan harap-harap cemas. Takut dagangannya kembali tak laku seperti yang lalu. 

Tapi, setiap keraguan itu ada, datanglah satu demi satu pembeli, yang membuatnya kembali optimis menjalani semua ini.

Tubuhnya yang ringkih, mendorong gerobak yang bermeter-meter jaraknya, tak goyahkan sedikitpun ingin berhenti. Saat lelah itu mendera, sang kakek datang membantu, mendorong, berjalan beriringan dengan kaki-kaki sayu.

Malam itu, ketika hujan tiba. Serasa beban semakin mendera, tak satupun pelanggan datang. Sekalipun bertegur sapa, nenek itu lantas berdoa. Agar tetap diberikan ketabahan di masa-masa tuanya.

Lantas bagaimana jika tidak laku, tanya nenek. Kakek pun menjawab: “Biarlah ini menjadi urusan tuhan, yang penting kita tetap berusaha sekuat yang kita bisa, karena urusan rezeki, tiada seorang pun yang sangka.”

Begitu hebat dan menginspirasi, perjuangan kedua sejoli yang bertahan ditengah-tengah riuh rantah dunia hedonis. Mereka saling melengkapi untuk tetap berjualan meski tak pasti upah yang diperolehnya.

Dan begitu seterusnya setiap hari, sang nenek yang menjual semua makanan tradsionalnya, dan kakek yang membelinya kembali dipagi buta. Hidup mereka berjalan dengan kokoh, ditopang oleh sikap saling melengkapi. 

Seberat apapun beban hidup, yang terpenting adalah tetap pada kesungguhan untuk hidup, berusaha dengan iringan doa.



Oleh: Zain

0 komentar:

Posting Komentar